Dalam pengelolaannya
terdapat dua jenis petani, yaitu mandiri (swadaya) dan mitra (swadaya). Pada kabupaten tulang bawang umumnya adalah
petani sawit mitra yaitu sebesar 60% dan sisanya merupakan petani sawit mandiri,
sedangkan pada kabupaten Mesuji, Way Kanan dan Lampung Tengah petani sawit mandiri
lebih banyak dibandingkan dengan petani sawit mitra (plasma) dengan persentasi
masing-masing 10% mitra dan 90% petani sawit mandiri pada kabupaten Mesuji, dan
hampir 99% petani sawit mandiri pada kabupaten Way Kanan dan Lampung
Tengah. Sistem kepemilikian lahan di 4
kabupaten berbeda-beda.
Pada kabupaten
Tulang bawang walaupun mayoritas adalah petani plasma, namun jumlah petani
sawit yang memiliki status kepemilikan lahan sawit pribadi lebih banyak dibandingkan
dengan jumlh petani sawit yang memiliki lahan mitra. Hal ini karena pada petani
sawit mitra di kabupaten Tulang Bawang umumnya juga memiliki lahan sawit
pribadi sendiri. Pada kabupaten mesuji,
status kepemilikin lahan sawit dilokasi tersebut umumnya adalah lahan pribadi
yang mayoritas pemilik lahan sawit terluasnya adalah masyarakat luar
kabupaten. Pada kabupaten Way kanan dan
Lampung tengah status kepemilikian lahan sawit adalah pribadi, hal ini karna di
kedua kabupaten tersebut umumnya tidak ada petani plasma.
Modal
yang dikeluarkan untuk membuka lahan sawit per ha umumnya adalah Rp.
20.000.000-30.000.000 hingga tanaman sawit menghasilkan atau sekitar umur 5th,
dan > Rp.25.000.000 untuk lahan dataran rendah seperti yang terdapat di
beberapa lokasi di kabupaten mesuji dan tulang bawang. Petani kelapa sawit dalam memperoleh faktor
produksi seperti pupuk, pestisida, dan tenaga kerja, untuk petani mandiri umumnya
adalah membeli sendiri atau hutang dengan agen, dan untuk petani plasma
(mitra), semua beban pengeluaran faktor produksi adalah menjadi tanggung jawab
PT yang terlibat. Selain itu, dalam
usahatani kelapa sawit, proses
pemeliharaan, pemupukan, dan penyiangan gulma untuk petni mandiri umumnya
dilakukan sendiri dan untuk petani mitra adalah dilakukan oleh petani plasma
yang bermitra dengan PT tersebut.
Periode
panen tanaman sawit umumnya adalah 2 kali dalam sebulan atau tiap 15 hari
sekali dengan kriteria TBS yaitu tanaman berwarna kemerahan. Namun dalam kondisi tertentu periode panen
bisa lebih lama terutama pada saat kemarau panjang. Sisitem panen pada petani sawit mandiri
umumnya adalah petani meletakan hasil panennya di pinggil jalan angkut yang
kemudian akan dijemput oleh agen yang akan dijual kelapak atau pabrik. Jika keadaan jalan usahatani baik, umumnya
transportasi yang digunakan adalah mobil, namun jika keaadan jalan rusak maka
biasanya petani akan menggunakan sepeda motor untuk mengantar hasil panennya ke
jalan besar.
Pada
umumnya petani sawit mandiri belum mengerti sertifikasi dan hanya petani plasma
lah yang telah sertifikasi. Rata-rata
luas lahan yang dimiliki petani sawit mandiri adalah seluas 1-2 ha. Pada kabupaten Tulang bawang yang mayoritas
adalah petani sawit plasma, jumlah luas lahan mitra mereka adalah seluas ¾ ha. Dan ¼ adalah lahan pribadi. Jika luas lahan sawit > 3 ha, umumnya
sawit adalah sumber utama penghasilan. Namun jika kurang maka sawit tersebut
bukanlah sumber utama penghasilan. Pada
kabupaten mesuji dan tulang bawang, sawit umumnya bukanlah sumber utama
penghasilan petani sawit, melainkan adalah karet, sedangkan pada kabupaten Way
Kanan dan Lampung Tengah sawit merupakan sumber utama penghasilan petani sawit
dan komoditas lain adalah sumber tambahan penghasilan. Menurut hasil survey di 4 kabupaten tersebut
menunjukan bahwa, jumlah minimum luas lahan sawit yang harus dimiliki petani
sawit agar dapat hidup layak adalah rata-rata > 3-5 ha luas lahan sawit.
Pengelolaan
budidaya tanaman sawit yang mudah membuat umumnya petani sawit cenderung hanya
menggunakan curahan tenaga kerja dalam keluarga dan hanya menggunakan tenaga
kerja luar keluarga saat panen saja, yang berjumlah 2-4 orang per ha. Selain bertani sawit, biasanya petani sawit
memiliki kerja sampingan sebgai petani komoditas lain, buruh, pedagang dan
lain-lain. Pada dasarnya belum ada
gapoktan khusus tananaman perkebunan sawit padahal peran gapoktan dapat
mempermudah petani-petani sawit dalam mengatasi berbagai macam persoalan atau
kedala dalam berusaha tani.
Pada
umumnya kendala dalam usahatani sawit yang ditemukan di 4 kabupaten ini adalah sama.
pertama masalah air, yaitu ketika
terjadinya kemarau panjang. Tanaman
sawit merupakan tanaman yang sangat membutuhkan banyak air dalam proses
menghasilkannya. Saat kemarau panjang, penyerapan air yang diterima oleh
tanaman rendah sehingga hasil produksi rendah dan berdampak pada penghasilan
petani sawit. Fluktuasi harga yang
tinggi juga mejadi kendala dalam usahatani kelapa sawit, hal ini membuat
petani-petni sawit mengharapkan agar pemerintah dapat menetapakan kebijakan
harga terendah terhadap komoditas sawit ini.
Bahkan di kabupaten tulan bawang penurunan harga sempat sampai 300/kg
pada saat bulan juni kemaren.
loading...
Permasalah
sengketa lahan hanya terjadi di kabupaten mesuji, teutama pada petani-petani
plasma. Hama penyakit dan pemasaran
tidak menjadi kendala dalam usahatani tanaman kelapa sawit, hal ini karena
walaupun hama penyakit penyerang tanaman namun hal tersebut dinilai tidak
terlalu berdampak sama dengan masalah pemasaran, bagai berlangganan agen selalu
ada ketika panen sehingga pemasaran atas komoditas ini tidak sulit. Pungutan
liat tidak terjadi di tingkat petani, namun mungkin terjadi ditingkat lapak
saat hendak mengantar ke pabrik.
0 Komentar untuk "Gambaran Umum Pengelolaan Kelapa Sawit Mitra dan Swadaya di Provinsi Lampung"