I.
KEADAAAN UMUM
LOKASI
PT
Gunung Madu Plantations (GMP), yang didirikan pada tahun 1975, merupakan
pelopor usaha perkebunan dan pabrik gula di luar Jawa, khususnya Lampung.
Perusahaan ini berstatus PMA. Areal perkebunan tebu dan pabrik gula PT GMP
terletak di Desa Gunung Batin, Lampung Tengah—sekitar 90 km arah utara kota
Bandar Lampung. Luas areal GMP yang dikelola 36.000 ha, dengan luas kebun
produksi sekitar 25.000 ha. Sisa lahan di luar kebun produksi merupakan jalan,
sungai-sungai, kawasan konservasi, bangunan pabrik, perkantoran dan permukiman
karyawan. Selain itu ada sekitar 4.000 ha areal tebu rakyat yang bermitra
dengan PT GMP. Luas areal tebu rakyat ini masih akan terus berkembang.
Topografi
wilayah pada umumnya datar. Sepanjang bentang darat dijumpai adanya lebung yang
potensial sebagai tandon air dan beberapa sungai cukup besar melintas di
wilayah timur. Jenis tanah termasuk ultisol (podsolik merah kuning) dengan
lapisan top soil sangat tipis. Sifat fisik dan kimia tanah mengharuskan diterapkannya
teknologi budidaya yang tepat dan bijaksana.
Curah
hujan tahunan sekitar 2.700 mm. Musim tebang dan giling dilaksanakan dari bulan
April sampai Oktober, bersamaan dengan periode yang relatif kering.
Musim
tebang dan giling pertama dilaksanakan tahun 1978. Pabrik mengikuti proses
sulfitasi ganda untuk menghasilakan gula SHS. Kapasitas giling terpasang
mula-mula sebesar 4.000 TCD (ton tebu per hari), kemudian mulai tahun 1994
diperbesar secara bertahap menjadi 12.000 TCD. Sejak 2007 mulai dikembangkan
lagi menuju 16.000 TCD.
Teknologi
maju diterapkan di kebun dan di pabrik, termasuk pemanfaatan alat mesin
pertanian secara luas serta otomatisasi di beberapa stasiun di pabrik.
Sekalipun demikian sejumlah 8.000 – 10.000 pekerja tetap terserap setiap harinya
selama musim tebang dan giling. Tingkat produksi kini mencapai rata-rata 2 juta
ton tebu dan sekitar 190.000 ton gula per tahun. Kualitas gula secara rutin
diuji dan disertifikasi oleh Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia sebagai
laboraturium Komite Akreditasi Nasional.
II.
KEADAAN UMUM
KEBUN
2.1 Varietas
PT Gunung Madu menyadari sepenuhnya bahwa penggunaan
varietas tebu unggul menjadi salah satu faktor penting di dalam upaya
mempertahankan kelangsungan produkivitas gula secara berkelanjutan. Tersedianya
varietas unggul baru setiap saat menjadi keharusan yang tidak dapat ditawar
mengingat masa pakai varietas unggul komersial di Gunung Madu pada umumnya
hanya mampu bertahan sekitar 3–5 tahun sehingga diperlukan varietas unggul baru
setiap saat untuk menggantikan varietas lama yang telah menurun tingkat
produktivitasnya.
Sejak tahun 1994 kebutuhan varietas unggul dipenuhi dengan melakukan
persilangan sendiri dengan memanfaatkan tetua– tetua yang ada di kebun koleksi.
Klon–klon yang dihasilkan kemudian diseleksi secara bertahap dalam tiga tahapan
seleksi yaitu
1. Tahapan Seleksi Semai
2. Uji Daya Hasil Pendahuluan
3. Uji Multilokasi pada kondisi lingkungan Gunung Madu
Tahapan seleksi sejak dari semai sampai dengan uji multilokasi dilakukan di
Gunung Madu dengan harapan varietas-varietas yang terpilih memiliki daya
adaptasi yang sudah teruji pada kondisi lingkungan setempat. Waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan seleksi dari mulai persilangan sampai dengan
diperoleh varietas unggul kurang lebih 10 tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan
pada tahapan seleksi menjadi salah satu faktor pembatas di dalam pemuliaan
tanaman tebu.
Di dalam pelaksanaan persilangan seringkali dihadapkan pada kendala yang
terkait dengan pembungaan tanaman tebu, karena secara alamiah tidak setiap
tanaman tebu dapat berbunga, sementara persilangan hanya bisa dilakukan antar
tetua yang berbunga dan terjadi secara bersamaan. Meskipun berbunga apabila
pembungaannya tidak terjadi secara bersamaan maka tidak memungkinkan untuk
dapat disilangkan.Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka pada tahun 2007
Gunung Madu membangun fasilitas bangsal pembungaan tebu yang berfungsi untuk
membungakan varietas–varietas tebu yang secara alamiah tidak berbunga agar
dapat berbunga, sehingga memperbesar peluang varietas–varietas potensial yang
tidak berbunga agar dapat dijadikan tetua persilangan
2.2 Jarak Tanam
Sejak
awal berdiri, Gunung Madu sudah mencoba bermacam-macam jarak tanam. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan populasi tanaman yang wajar juga untuk menghindarkan
tunggul tanaman terinjak oleh alat mesin pertanian, baik yang digunakan untuk
kultivasi maupun untuk tebang angkut. Jarak tanam yang relatif aman untuk semua
Alsintan adalah dengan jarak 80cm dan 130cm.Usaha perkebunan tebu dan pabrik
gula PT Gunung Madu Plantaions merupakan kegiatanyang ramah lingkungan. Limbah
dari kebun maupun pabrik dimanfaatkan kembali dan ternyata memberikan
keuntungan yang sangat besar.
2.3 Irigasi
Produktivitas tebu lahan kering sangat dipengaruhi oleh
jumlah dan distribusi curah hujan setiap tahun. Di Lampung, periode musim
kering panjang terjadi setiap 3-5 tahun, hal ini menyebabkan rendahnya
produktivitas tebu pada musim kering panjang tersebut. Pada periode kering,
bulan-bulan kering berlangsung selama 4–5 bulan yang menye-babkan tanaman tebu
menderita akibat kekurangan air. Dampak penurunan produktivitas dari musim
kering tersebut berlangsung sampai tahun berikutnya.
Salah satu langkah yang ditempuh untuk menekan laju
penurunan produktivitas di musim kering adalah dengan memberikan air melalui
irigasi. Langkah ini diikuti oleh penambahan jumlah alat irigasi yang cukup dan
pemilihan teknik aplikasi irigasi yang tepat serta pelestarian sumberdaya air
melalui peningkatan kapasitas tandon air.
Di Gunung Madu , sistem irigasi yang digunakan adalah
sprinkler irrigation systems yang sesuai dengan kondisi lahan dan ketersediaan
air yang ada. Irigasi yang diterapkan tersebut bersifat supplementary irrigation
dengan sasaran aplikasi pada fase perkecambahan bibit tebu dan fase kritis
pertumbuhan vegetatif tanaman di bulan–bulan kering.
Kelestarian sumberdaya air dilakukan secara terus-menerus
untuk menjamin ketersediaan air irigasi saat musim kering berlangsung. Ada dua
langkah yang ditempuh untuk memelihara sumber–sumber air, meliputi rehabilitasi
tandon air dan penghijauan ditepi tandon air.
Rehabilitasi tandon air selain meningkatkan kapasitas
tampungnya juga mendapatkan tambahan areal karena bentuk tandon air alami yang
semula tidak beraturan menjadi beraturan. Areal tambahan ini dapat dimanfaatkan
untuk tanaman penghijauan. Tanaman penghijaun diharapkan mampu menciptakan
iklim mikro yang sedemikian rupa sehingga evaporasi air di tandon air dapat
diperkecil. Dengan demikian kehilangan air akibat evaporasi tidak terlalu
besar. Kendala yang dihadapi
dalam upaya meningkatkan kapasitas tandon air adalah biaya yang mahal dan
operasi yang sering terganggu oleh cuaca.
Tandon air setiap tahun ditumbuhi berbagai macam gulma air
yang sangat lebat dan mempercepat pendangkalan bagian dasarnya. Selama ini
belum ditemukan teknik pengendalian gulma air yang efektif.
loading...
2.4 Limbah
Limbah
pertanian berupa sisa-sisa tanaman (pucuk tebu dan daun) dikembalikan ke tanah sebagai
mulsa, sehingga menambah kesuburan tanah. Sementara limbah padat dan limbah
cair dari pabrik, tetapi juga dikelola lagi sehingga bermanfaat, bahkan secara
ekonomis sangat menguntungkan. Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse)
misalnya, dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) untuk
penggerak mesin pabrik dan pembangkit tenaga listrik untuk perumahan karyawan,
perkantoran, dan peralatan irigasi. Karena itu, pabrik dan pembangkit listrik
Gunung Madu tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM), baik saat musim giling
(on season) maupun tidak giling (off season).
Limbah
padat lain adalah endapan nira yang disebut blotong (filter cake) dan abu.
Blotong, abu, dan bagasse dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos,
yang digunakan lagi di kebun sebagai penyubur tanah. Limbah cair yang
dikeluarkan pabrik merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3 (bahan beracu
dan berbahaya). Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan.
Pertama,
penanganan di dalam pabrik (in house keeping). Sistem ini dilakukan dengan cara
mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan
bak penangkap abu bagasse (ash trap). Kedua, penanganan setelah limbah keluar
dari pabrik, melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL dibangun di
atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam dengan kedalaman
bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m (kolam anaerob). Total daya
tampung lebih dari 240.000 m3, sehingga waktu inap (retention time) dapat
mencapai 60 hari.
Tag :
perkebunan
0 Komentar untuk "Gambaran Umum Perusahaan Perkebunan Gunung Madu, Lampung"